Akhirnya, Papandayan
akhirnya |
Dini hari, tiba-tiba kami sudah berada di Terminal Bus Kampung Rambutan, Jakarta. Carrier sudah di pundak, tak sabar melangkahkan kaki ke dalam bis, tak dinyana bis tujuan Bogor akan tiba pukul 6 pagi. Menghela napas panjang, rumit juga. Aku terpaksa tidur di bangku tunggu, bersadai dengan tumpukan carrier.
Akhirnya, yang
ditunggu-tunggu tiba pukul 05.00 pagi. Bergegas
masuk ke dalam bus, alih-alih kami mendapati kursi, karena hari itu bukan hari
libur, jadi suasana lumayan lenggang. Tiga jam perjalanan menuju terminal Garut
akhirnya, kami capai juga. Melanjutkan perjalanan dengan angkutan umum untuk mencari
logsitik di pasar tradisional. Daging, ayam, sayuran, sampai buah-buahan sudah
kami beli, saatnya menuju Gunung Papandayan dengan ojek motor. Disambut kabut
yang semakin tebal, dingin mulai merasuk, gapura pintu masuk sudah terihat. Tiket seharga 35 ribu rupiah sudah di tangan
kami.
Baca: 8 Perlengkapan Camping di Gunung untuk Wanita Rekomendasi Lifestyle Blogger Inayati Nur
Gunung Papandayan, Garut dengan ketinggian 2.665mdpl cocok untuk pendaki pemula sepertiku. Diawali jalanan yang cukup landai, kemudian bertemu dengan anak tangga dari bebatuan yang tidak teratur. Setengah perjalanan, aku dapat melihat kawah yang diagungkan wisatawan untuk swafoto, di antaranya Kawah Mas, Kawah Baru, Kawah Nangklak, serta Kawah Manuk. Dari lubang-lubang kawah tersebut terdapat lubang magma yang mengeluarkan uap/ air, seperti tanah yang memuntah, indah sekali ketika tertangkap kamera, meskipun baunya sungguh mengganggu hidung.
Gunung Papandayan, Garut dengan ketinggian 2.665mdpl cocok untuk pendaki pemula sepertiku. Diawali jalanan yang cukup landai, kemudian bertemu dengan anak tangga dari bebatuan yang tidak teratur. Setengah perjalanan, aku dapat melihat kawah yang diagungkan wisatawan untuk swafoto, di antaranya Kawah Mas, Kawah Baru, Kawah Nangklak, serta Kawah Manuk. Dari lubang-lubang kawah tersebut terdapat lubang magma yang mengeluarkan uap/ air, seperti tanah yang memuntah, indah sekali ketika tertangkap kamera, meskipun baunya sungguh mengganggu hidung.
Kami berhenti
tepat di jalur yang menyatukan dua jalan, kali ini aku memilih tidak menaiki
anak tangga, ya meskipun lebih jauh, tidak jadi masalah meskipun aku sesekali
mengeluh kelelahan. Sekitar pukul 17.00 Pondok Salada tempat kami camping sudah
terlihat, hanya ada tenda kami bertiga saja, maklum memang hari itu harinya
orang kantoran bekerja, tapi kami malah memilih berlibur. Jenaka.
Tenda kami dirikan
sebelum hari semakin gelap, dengan sigap kami memasak. Meskipun di depan tenda
terdapat warung yang berjajar rapih, hal tersebut tidak melumpuhkan hasrat kami
untuk memasak. Daging sapi dengan
taburan lada hitam dan saus tiram sudah siap disanding dengan selada dan wortel,
sungguh lelah kami terbayar.
makan malam |
Malam itu bintang
sedang cantik-cantiknya, ingin mengabadikan milkyway, tapi kami urungkan karena
suhu dingin seakan-akan melumpuhkan kaki, barjalan pun sudah gemetar. Pagi pun
tiba, lagi-lagi kami melewati cantiknya matahari, ah sudahlah mungkin lain
waktu bisa berjumpa lagi. Buru-buru kami menyalakan kompor dan menata nesting
untuk memasak. Kali ini menunya beef teriyaki, dan ayam crispy. Tak lupa dengan
buah naga, dan teh hangat. Surga!
mereka yang cantik |
hutan mati |
biar keren |
tampak gagah |
bersama mereka |
hamparan luas |
pulang |
mengganggu |
Seusainya kami
merapikan tenda dan melanjurkan perjalanan pulang, dan melupakan Tegal Alun
untuk saat itu, karena hari yang semakin siang. Tujuan selanjutnya hutan mati,
yang ku impikan dari dulu. Ingin melihatnya nyata, yang pada akhirnya
terlaksana. Hutan mati, tanah putih serta pohon-pohon bekas letusan di beberapa
tahun silam rupanya menjadi spot foto terbaik di sini. Tak ayal jika banyak
orang datang ke sini hanya ingin swafoto di hutan mati tanpa bermalam. Tempat
tersebut mengakhiri perjalanan di Papandayan bersama mereka, sekaligus
dengannya.
“Gimana, capek?
Nyesel pasti kan naik gunung?”
“Dih, enggak,
siapa yang nyesel. Oya, makasih, ya”
“Buat apa?”
“Udah ngajak ke
sini,”
Jawabnya dengan
tersenyum.
Tabik,
18 komentar
baca ini pas baru banget turun dari Papandayan, dan sama sama melewatkan tegal alun juga. hahaha
ReplyDeleteaku ora ke tegal aluuuun wkkwkwkwkwk
Deletesamaaaa. aku juga 'melewatkan' alias gak me tegal alun
DeleteBaru tau kalo jdi anak gunung, makanannya kok enak kayak gini. Jadi ngiler.
ReplyDeleteIni kalo emang gunung buat para pemula yg mau nyoba-nyoba mendaki, mau nyoba juga uy jadinya. Heuheuheu
Nabung duit dulu ini mah
Kuy lah, lu di mana? Masih di Mesir? Murah ini mahhh
DeleteMakanannya super mewah, daging cuy wkwkwkwkk aku ga penasaran mendakinya, lebih penasaran sama masakannya wkwkwk iku jadi bawa daging dari rumah?
ReplyDeleteIya bawa daging dari pasar wkwkkwkwkw
DeletePapandayan juga bagus untuk pendaki pemula, ya. Akutu pengin ke sana tapi sadar diri takut ngerepotin huhuhuhu
ReplyDeletegakk gak bakal ngerepotin, jlurnya amaaan :)
DeleteAh rasanya jadi pengen ke papandayan, beberapa kali diajak temen kesana ga bisa karena ada urusan lain, semoga saja suatu saat bisa kesana hehehe. Btw ngiler banget nih mba sama masakannya :D
ReplyDeletehihihi ayo dong naikkk
Deleteoalah mbak Aya udah pernah ke Papandayan juga to..hehe..
ReplyDeleteeh btw ke Papandayan kok turun di terminal Bogor mbak?
wkwkkwkwkw maap mas salah ketik :)
DeleteDuh papadanyan , dah lama bgt ga kesana lagi, btw msh ada tukang jualan gak di pondok salada ;)
ReplyDeleteada kok
DeleteTerminal garut kali...
ReplyDeleteMasa ke papandayan terminal bogor
Iya, maap mas salah, keinget pacar saya mulu soalnya
ReplyDeletetipikal papandayan dengan ciri pohonnya yang kering, tapi cantik ketika difoto
ReplyDelete