Mengingat
ucapan supir yang membawaku ke resort, “Jalanan Lombok itu selalu mulus, Mbak.
Mau ke mana saja tidak begitu sulit, lurus terus saja sudah sampai.” Ternyata
betul adanya. Hari ini aku melanjutkan perjalanan menuju Lombok Tengah, yaitu
Kuta Mandalika. Perjalanan
dari arah Lombok Barat menggunakan motor, dan sendiri. Hanya modal GPS, dan sesekali
tanya ke penduduk sekitar.
Ada kejadian lucu, yang membuatku teringat hingga
saat ini. Karena sedikit bingung akan jalan, aku sandarkan motorku, dan
bertanya ke penjaja bahan bakar ke mana arah menuju Kuta Mandalika, terkejut
karena beberapa orang yang sedang asyik di situ, mendekat dan menjabarkan ya
sekitar 10 orang menghampiriku dan menjelaskan sambil menunjuk-nunjuk jalanan
dengan ramah. Aku hanya tersenyum manis, meskipun tidak paham dengan bahasa
mereka, mengangguk berpura-pura akan paham, dan mengikuti arahan mereraka yang
ku pahami.
surga banget! |
Motor
mulai ku gas, akhirnya aku memilih pakai GPS, ya sekitar dua jam dari arah
Senggigi. Namun bahagianya aku jalanan di sini selalu lurus, meskipun ada
belokan pun itu hanya rambu lalu lintas. Jalanan yang mudah tidak ada hambatan
sama sekali, dan di depan sudah dihadapkan dengan tulisan besar Kuta Mandalika.
Cuaca
sungguh terik, seakan matahari siang ini sedang pendekatan denganku. Hfft,
namanya juga pantai kalau dingin kan sikap kamu. Ngehe! Paras Kuta Mandalika sungguh menggoda, karena sejauh mata memandang pasir putih bak bedak
bayi yang panas, begitu dengan ombak yang tenang, kemudian disandingkan
beberapa kemolekan bukit membuatku jatuh hati.
Ada satu hal yang membuatku tertarik ke sini, konon memiliki cerita rakyat akan Puteri Mandalika yang menerjunkan dirinya ke pantai. Kemudian menjelma menjadi cacing laut, konon disebut nyale. Banyak orang meyakini binatang tersebut sebagai
jelmaan Puteri Mandalika. Dan akhirnya mereka mengambil binatang itu
sebanyak-banyaknya sebagai tanda cinta pada Mandalika. Cerita tersebut menjadi
asal mula terciptanya upacara atau pesta Bau Nyale (menangkap cacing) yang
dilakukan oleh masyarakat Suku Sasak.
Setelah termenung dan membayangkan Puteri Mandalika sembari melihat hasil fotoku, teriakan salah satu anak membuat lamunanku buyar. Mereka yang masih duduk di bangku sekolah dasar,
berkulit hitam, dan sesekali berteriak ke arahku. “Mbak, janganlah foto-foto
kami, kalau mau foto kami bayar, jika tidak belilah gelang kami,” Aku terdiam,
mereka bukan artis. Aku melanjutkan membidik mereka. Ketiganya menghampiriku, “Mbak,
belilah gelang kami, harga panas”. Apa? Harga
panas? Rupanya yang dimaksud harga dari mereka panas-panasan. Baiklah, aku
merogoh sakuku dan memberikan selembar uang berwarna hijau. Sempat mendengarkan
keluh kesah mereka karena berjualan di teriknya matahari. Anak yang masih duduk
di bangku kelas tiga sekolah dasar, harus melawan panas, hingga kulit mereka
menghitam. Sesekali merenung, kadang hidup ini tak adil dan sungguh pelik.
Setelah berswafoto dengan gawaiku, ya meskipun kulit mereka tidak sama sepertiku, aku memahaminya. Aku
pun bergegas meninggalkan mereka dan berucap terima kasih, dan tabik, semoga
esok atau kapan waktu membawaku kembali ke sini. Karena sudah tidak kuat dengan
panasnya, dan puas sudah membidik beberapa spot, aku melanjutkan ke suatu
masjid, konon masjid ini pernah disinggahi presiden.
Masjid
Nurul Bilad begitu yang tertulis, memiliki gaya arsitektur seperti masjid Kuno Bayan di Lombok Utara yang pernah ku lihat di media daring. Sungguh memesona,
apalagi beberapa sudutnya mempunyai latar bukit di Kuta Mandalika. Sebenarnya,
jika berjalanan menuju tengah sedikit sekitar 20 menit, kalian akan disuguhkan
dengan beberapa pantai lainnya. Namun, kali ini aku tidak beruntung, badanku
mulai lemah, semoga esok bisa kembali.
Short
Tips:
- Perjalanan menuju Kuta Mandalika sungguh sulit, bisa dijangkau dengan apa saja
- Bisa digunakan berenang, namun hanya di bibir pantai
- Cuaca di sini sepertinya selalu terik, silakan gunakan baju yang kontras
- Hanya membayar parkir 5000 rupiah, Kuta Mandalika bisa dinikmati
ADDRESS:
Kuta Mandalika, Pujut, Lombok Tenga (Setelah Desa Sasak Sade)
10 komentar
Bentar-bentar; ini jalannya mulus dan nyaman tapi kok kena tilang ya? Buahahahhaha.
ReplyDeleteitu kesalahan teknis, STNK ku matik wkwkkw
DeleteEits sejak kapan masjidnya jadi? Baru ngeh eh masjidnya seperti itu
ReplyDeleteApa lombok mengundang kembali untuk mencari nafkah? Hhahaha
balik lagi gih ke Lombok, nanti aku maen ke kamu hooho
DeleteMbak, Lombok Tengah ini memang keren parah ya. Akau pernah ngurut satu2 mulai dari pantai selong belanak sampai bukit marese, dari pagi sampe sore. Pas dapet sunset cakep banget. Tapi masih rawan nggak sih sekarang?
ReplyDeletegak rawan kok, buktinya aku pulang dengan selamat. YES
Deleteaaaahhhh so excited. pengen kesanaaaa
ReplyDeleteYUK
DeleteWuihhh warbiyasak motoran sampe dua jam, Juuuju gitu loh hehehe.
ReplyDeleteMaennya jauh skrg, sampe tk terdengar kabar darimu lagi beberapa hari belakangan *mityutowmaaat*
halo salam kenal mbak...ga sengaja terdampar di blog ini, saya selalu anggap perempuan yang solo traveling itu keren! nekat! luar biasa!
ReplyDelete