Tentang Lumajang, Rumah untuk Pulang yang Dirindukan
Lumajang, Jawa
Timur – Tak banyak yang tahu saya dilahirkan dari perempuan berdarah Tanah Lumajang.
Kota yang kerap disebut-sebut dengan penghasil pisang raja. Ibu saya kelahiran sana,
namun setelah kepergian mendiang Kakek, saya lama tak pernah singgah ke sana.
Pada akhirnya, waktu pun membawa saya bertamu sebentar untuk bernostalgia. Tak
banyak yang berubah nampaknya, apalagi dari segi wisata alamnya. Saya pun
beruntung, masih bisa menilik beberapa tempat yang diagungkan oleh wisatawan
yang belum pernah saya kunjungi, seperti;
Pertama,
Tumpak Sewu yang memiliki trekking menantang.
Tak ayal jika banyak pengunjung bangga dengan tempat ini. Pesona Tumpak Sewu
berada di Sidomulyo, Pronojiwo tersebut memang terlihat cantik sekali dari
sudut panorama. Namun, belum sah jika pengunjung belum trekking ke bawah ke
sudut jatuhnya air tejun. Air Terjun Tumpak Sewu memiliki ketinggian sekitar
120m. Kali pertama melakukan trekking dengan akses jalan yang super sangat
mengerikan, namun terpuaskan. Meskipun lelah, kemudian menyusuri anak tangga
dengan seutas tali yang kemungkinan kuat, hati masih berdebar-debar. Perjalanan
yang memakan waktu sekitar satu jam setengah akhirnya sampai juga.
Melewati tebing virgin,
kemudian berjalan di air, sepertinya ujian ini belum berakhir juga. Beberapa
kawan sudah sampai di atas tebing yang kerap dijadikan spot foto, saya lebih
memilih di bawah karena pengaruh keringat dingin. Cuma setengah jam kami menikmatinya,
karena petang terburu datang. Ketika perjalanan pulang, maghrib tiba, namun
kami tak kunjung sampai, dan partikel hujan pun datang. Di setiap perjalanan, sampai
bertemu kunang-kunang, dan pada akhirnya kembali ke basecamp saya memuji diri saya. Saya berhasil melewati trekking
yang menantang, sampai melihat ketinggian air terjun yang benar-benar eksotis.
Kedua,
Kebun Teh Kertowono Gucialit, dari dulu Ibu
menjajikan saya untuk mengajak pergi ke kebun teh tempat mainnya dulu. Sampai
saya beranjak dewasa, planning itu pun belum terlaksana, dan lagi-lagi waktu
yang membawa saya ke sana. Pada akhirnya, kaki ini menginjakkan Kebun Teh Kertowono,
tidak sia-sia kami berangkat sebelum subuh tiba. Menggunakan jeep yang sudah
kami rental pada hari sebelumnya, dengan kapasitas 5 kepala. Hampir seperti offroad, jalanan bebatuan, gelap masih
menyelimuti, meskipun mobil dengan keadaan tertutup tetap harus berpegangan.
Pandangan saya kurang jeli melihat sekitar karena hari yang masih gelap. Hanya
memakan waktu kurang lebih 45 menit.
Mata ini langsung
melek seketika, takjub karena melihat sunrise yang cantik. Selain itu, saya pun
mendapatkan bonus pemandangan Gunung Semeru dari sisi barat, dan tak kalah indah
juga dari sisi timur terdapat latar Gunung Argopuro dan Gunung Lemongan. Pagi
yang syahdu.
Kebun Teh Kertowono, Gucialit |
Jarum jam semakin
berjalanan ke kanan, hamparan kebun teh terlihat menyegarkan mata bak karpet
hijau yang terbentang luas. Surga dunia memang menakjubkan, meskipun tersembunyi
tetap mencuri perhatian.
Ketiga,
Desa Wisata Sumbermujur — itu yang kerap diingat orang.
Ini kali pertama saya telusur ke desa tersebut, karena ingin berkunjung ke
hutan bambu yang banyak diperbincangkan orang. Hutan Yang paling utama menjadi
sorotan pengunjung adalah monyet-monyet yang tidak gahar dan ribuan kalong yang
singgah di sana. Selain ada ratusan monyet, jangan kaget kalau di sana juga
terdapat sekitar 15000-an kalong. Tidak seperti kalong yang saya lihat, di Desa
Wisata Sumbermujur, kalongnya terlihat besar. Meskipun dibangunkan, kemudian
mereka terbang, kalong-kalong tersebut tetap kembali ke peraduannya.
Hutan bambu yang
berada di Jalan Kalpataru Sumbermujur, Candipuro, Lumajang sudah ada sejak
zaman Belanda, mereka lebih menjadikannya sebagai sumber rebung (bambu yang
masih uda). Bukan hanya itu, di sana juga terdapat sumber mata air yang jernih
sekali untuk menghidupi beberapa desa, keren kan??
kalong di Desa Wisata sumbermujur (dibidik oleh Mas Sendy) |
Keempat,
Puncak B29 yang Gagah – saya termasuk putri yang
bahagia, jika pulang ke tanah kelahiran Ibu, selalu disuguhkan dengan
pemandangan gunung vulkanik, puncak B29 salah satunya. Mungkin beberapa orang
semua gunung, puncak itu sama saja, bagi saya tidak. Dari akses jalan saja
sudah berbeda, apalagi dengan lansekap yang menawarkan keindahan, pun dengan
dialeg ataupun dari segi adat masyarakat di sana.
Untuk menjemput
nirwana di Puncak B29 (Bukit
2900mdpl), saya rela begadang, kemudian menyewa ojek untuk menuju ke sana
ketika subuh. Tukang ojek yang handal, tidak membuat saya ketakutan di setiap
perjalanan yang berkelok-kelok. Hanya menempuh waktu sekitar 30 menit, kemudian
berjalan kaki sekitar 20 menit ia yang gagah pun sudah ramai wisatawan.
Banyak yang mendirikan tenda, demi melihat sunrise yang cantik.
Puncak
B29 bisa dijadikan tempat pelarian yang manis dari segala rutinitas, karena
kalian bisa menyaksikan apa yang sering disebut orang-orang, ya ‘negeri di atas
awan’. Bukan hanya itu, di depan mata pun bisa melihat Gunung Bromo, Semeru
dari sisi yang berbeda. Wilayah BTS (Bromo Tengger Semeru) wajar jika menjadi
buruan wisatawan, selain bisa menikmati negeri di atas awan kami juga bisa
melihat terasiring, dengan tanaman sayur segar.
Untuk
menempuh perjalanan ke Lumajang sungguh mudah, seperti pengalaman saya pada
beberapa waktu lalu. Saya lebih memilih jalur udara, dengan memesan tiket di
tiket.com tujuan Jember. Setiba di Bandar Udara Notohadinegoro, Jember, saya
lebih memilih menggunakan travel untuk menuju Lumajang. Cukup mudah bukan? Tidak usah dipersulit.
Beberapa
tempat wisata di atas, sudah saya kunjungi. Sebenarnya masih banyak lagi yang
belum saya singgahi. Jika bicara kampung halaman memang tidak habisnya, karena
rumah adalah sebaik-baiknya tempat pulang.
Kau adalah rumah. Sejauh apapun aku melangkah, padamu lah aku akan pulang, padamu lah hatiku tidak pernah benar-benar pergi,” @fiersabesari
9 komentar
Masyaallah, cantik nian Lumajang. Saya sampai takjub dari tadi skrol atas bawah melihat foto2nya
ReplyDeleteHihihi, emang semua pariwisatanya okeey kak ^ ^
DeleteWhoa,keren banget alamnya lumajang...aku seringnya lewat aja^^
ReplyDeleteSemoga bisa mampir, Mbak ^ ^
DeleteLihat tebing-tebing tingginya itu jadi berasa ada dimana gituuu. Dan aku penasaran banget sama b29. Temen2ku pada ke sana dan aku belum, hiks hiks
ReplyDeleteSelamat Mbak Inayah, tulisannya menang lomba. Keren Mbak'e
ReplyDeleteAir terjun nya mirip yang di Malang, keren banget yakin, melingkar gitu, di tempat saya gak ada
ReplyDeleteair terjun yang benar-benar indah dan banyak sekali tempat menarik di sana..
ReplyDeleteAir terjunnyaaa yg aku lgs pgn dtgin.. Gpp deh trek ksana susah.. Asal nanti bisa melihat air terjun setinggi dan bgs begitu.. Toh bbrp air terjun yg pernah aku dtgin juga susah2 rutenya. Tp ttp puaaaas banget bgitu mlihat air nya :). Worth it ama rasa capek :D
ReplyDelete