Kebahagiaan Sederhana di Ranu Regulo Bersamanya
“Perjalanan tanpa makna adalah rumah tanpa roh. Hanya wujud yang tanpa jiwa.” –Agustinus Wibowo, Titik Nol.
Kebahagiaan Sederhana di Ranu Regulo Bersamanya - Pernahkah kita
merasakan sebuah perjalanan yang sebenaranya kita sendiri enggan untuk
melakukannya? Atau, pernahkah perjalanan yang kita lakukan merupakan sebuah
pelarian kita akan suatu hal. Pelarian kita dari ketidakmampuan kita menghadapi
masalah yang ada di tempat kita melakukan rutinitas sehari-hari yang
menjemukan. Atau mungkin perjalanan yang kita lakukan selama ini adalah sebuah
bentuk eksistensi kita di media sosial? Hanya untuk mencari gambar indah, lalu
memamerkannya kepada teman-teman virtual kita? Atau, perjalanan adalah bentuk
kita dalam memanjakan serta menghargai kehidupan kita? apapun tujuan kita
melakukan perjalanan, adalah hak eksklusif kita. Hanya kita yang berhak menilai
tujuan kita melakukan perjalanan. Cibiran orang, serta nada minus yang kita
dengar, tak usahlah kita hiraukan.
*****
sunrise dan kabut di ranu regulo
Pada akhirnya,
perjalanan saya kali ini bermakna sekali. Kalian tidak mau bertanya kenapa?
Baiklah, saya jawab karena berjalanan dengan orang yang benar-benar spesial
seperti nasi goreng jawa. Kami yang LDR pun akhirnya dipertemukan di suatu
tempat yang benar-benar sederhana, bukan mewah. Jika dengan kesederhanan,
kesempurnaan, cintaa… Lah, nyanyi, Mbak. Iya, jadi, jika dengan kesederhanaan
saja saya bisa bahagia, kenapa tidak?
Kami bertemu di
sebuah tempat yang benar-benar mengagumkan, dan tidak bisa dilupakan. Ketika
itu tepat dengan tanggal kelahiran saya. Padahal, biasanya saya sudah terbiasa menikmati
hari ulangtahun saya sendiri atau bersama keluarga saya. Kali ini beda… saya
menikmatinya di Ranu Regulo daerah yang mana penuh kabut di pagi, siang, hingga
malam. Bisa bayangkan bukan, bagaimana dinginnya tempat yang indah itu? Dalam
tiga malam saya dan kawan-kawan nge-camp di sini. Saya yang satu tenda bersama
kawan asal Jakarta, sedangkan si mamas di tenda sebelah bersama kawan-kawannya.
Jika pagi tiba, ia membangunkan saya di luar tenda. Dan membawakan secangkir
susu hangat, untuk esoknya teh, dan selalu bervariasi. Kami sudah menyiapkan
logistic selengkap mungkin, menghindari makanan yang instant. Berawal
berbelanja di Pasar Tumpang, ia yang cerewetnya mengalahi Ibu-ibu pada umumnya,
jika menawar harga bahan makanan seperti mematikan hidup orang. Dalam hati
saya, “Mas kamu juarak!” Banyak penjual di pasar bingung dengan apa yang kami
beli ketika itu.
“Mau ndaki, Mas?”
Ujar Ibu-ibu penjual pisang.
“Iya, Bu, ini
pisangnya dua ribu aja ya, Bu”
“Duh, kamu ini,
Mas nawar kok parah banget,”
“Maklum, Bu, masih
bujang,” saya yang ngomong dalam hati, bujang apa pelit, Mas?
“Yaudah, Mas. Ndaki
aja bawaannya ribet banget, Mas,” saya hanya cekikikan sendiri. Saya merasa
pendakian kali ini bukan untuk menikmati alam, tapi untuk mengenyangkan perut.
But, gak papalah, hidup sehat memang sedikit ribet.
****
steak at ranu regulo
sarapan di pagi hari (roti telur)
take me to the mountains
nasi capcay dan ayam kecap
sedap!!
mas! aku rindu pisang goreng buatanmu :(
Tiba
di Ranu Regulo Ngapain Aja?
Setiap hari yang
kami masak selalu berbeda-beda, dari nasi goreng, orak arik telor, ikan
tongkol, kentang goreng, capcay, ayam crispy, tumis kangkung, tumis kacang, dan
makanan lainnya. Hebat! Saya tidak terpikir, bahwa kami akan memasak semua
masakan itu. Saya belajar hidup dari sini. Belajar bahagia dari kesederhanaan.
“Maaf ya, saya
hanya bisa memberikan kamu kado ulang tahun seperti ini. Saya sadar, tak bisa
mengajak kamu ke luar negeri, atau makan di restoran mewah yang ditemani lilin
di tengah mejanya!” Ujarnya sembari melihat wajah saya.
“Saya hanya bisa
mengajak kamu camping di dalam tenda dengan suhu dingin malam hari, hanya bisa
mengajakmu sarapan, makan siang maupun makan malam di depan tenda di pinggir
danau! Dengan menu ala kadarnya. Tanpa appetizer
maupun dessert, juga tanpa bunga atau
lilin sebagai simbol romantis!” Saya hanya menatapnya dengan berkaca-kaca
mendengar dia berbicara seperti ini.
main hammock
indahnya ranu regulo
kok gelap yakk
“Semoga kamu suka dengan kesederhanaan
ini!” ucapnya lagi. Tatapnya jauh sekali
memandang ujung danau. Ia selalu berdoa agar saya menjadi wanitanya yang terakhir.
NB: Tenang, untuk foto makanan si mamas bukan hanya membuat seporsi saja kok, namun banyak dan kami bagikan ke tenda lain. Awww indahnya berbagi kebahagiaan ^ ^
Tabik,
Masih Ada Kebahagiaan Selanjutnya
5 komentar
Aya melow, smoga si mamas bisa jadi pendamping dan pemberi kebahagiaan2 berikutnya.
ReplyDeletesubbahanallah...
ReplyDeletelokasinya bagus banget ya ^_^
Aish, ini mah kado ulangtahun yang superduper romantis mbak. Si masnya manis banget deh kasih kado beginian (lah kok malah saya yang meleleh ahahaha).
ReplyDeleteDuh, jadi pengen camping ceria sama mas suamik nih ahahaha
wah ini kado ulang tahun yang bakalan awet mbak Aya :D..
ReplyDeletebisa ditiru ini kado yang kayak beginian.. :D
seru banget ya hammockan di alam terbuka..
ReplyDelete