Jakarta dan Segala Kenangannya – ehe, jarang update blog. Hina gak sih? Masih disebut blogger kah
seorang Aya Slavina ini? Hiks. Saya bertandang ke Jakarta. Hm, kali ini cukup
sering. Ya, berkisar sebulan sekali saya sempatkan, tapi masih nyari gratisan.
Wakakka. Mbak, Mbak, ayu ayu tapi njalukke gratisan teros. Ngg.. Waktu itu saya
dapat rizki bisa pergi ke Belitung, dan meeting point di Jakarta. Gak tahu
bingung, mau pilih siapa buat jemput saya. Wahahahhaa.
Tak disangka, di
sana saya bertemu dengan mantan gebetan saya. Saya juga gak nyangka
kenapa bertemu dengan dia. Sebelum hari keberangkatan menuju Belitung, saya
minta tolong dia mengantarkan saya berkeliling Jakarta, tapi syarat harus pakai
motor. Saya memang setiap lebaran mudik ke Jakarta, tapi kalau jalan-jalan
pakai angkutan bersama keluarga. Kadang juga naik bis. Nah, maka dari itu saya
ingin dapat feel-nya ketika naik motor. Ahahhaha. Dia mengajak saya berkunjung
ke Kota Tua, Museum Fatahillah. Ya, hampir mirip dengan suasana Jogja. Ramai.
Kami berjalan
menyusuri Kota Tua, berpikir tadi mau mengambil foto yang banyak di sini.
Karena bagus juga untuk spot foto. Namun, tidak seperti yang dibayangkan. Kamera
kami lowbet. Hmm, hanya bisa menyaksikan sunset. Tapi, tidak mengecewakan. Saya
sempat heran dengan dia, dia bukan tukang service kamera, tapi hafal bagian
kamera. Merem sambil meraba-raba sambil mengoperasikan kamera pun dia hafal.
Kita pun menyusuri beberapa sudut kota tua.
Setiap sudut Kota
Tua mengagumkan, bukan hanya banyak muda-mudi saja, melainkan kafe, kuliner,
sampai orang-orang yang menyerupai pahlawan pun ada, mereka menjadikan dirinya
sebagai property foto para wisatawan. Saya dengannya masih menyusuri Kota Tua,
banyak hal yang harus diabadikan di sini.
“Wah, ada human
interest,” saya berusaha mengeluarkan kamera. Dan langsung lemes, tahu bahwa
kamera saya memang benar-benar mati.
“Ya sudah, memang
benar kesedihan dia bukan untuk dipublikasikan. Cukup dinikmati saja, “
katanya. Saya tersenyum.
***
“Saya berangkat dulu ke Belitung,” ujar saya
sembari gugup takut ketinggalan pesawat.
“Kita masih bisa bertemu lagi, kan?”
“Entah,” jawabku.
“Baiklah, hati-hati,” Raut wajahnya pun penuh kekecewaan.
Saya sempat
bingung, kenapa rasa ini muncul kembali. Beberapa tahun kami tidak bersua, say
hai pun sudah jarang. Setelah kembalinya saya ke Jakarta, saya pun menemuinya
kembali, sebelum kepulangan saya ke Surabaya. Malam itu dia mengajak saya ke
suatu tempat, tidak mewah, namun nyaman. Entah berapa jam kami di ‘angkringan’
sampai mau tutup. Saya tidak sengaja melihat handphone dia yang tergeletak.
“Saya pinjam ya,
pengin lihat foto,”
“Silakan,”
ujarnya. Tidak sengaja saya melihat chat yang muncul, saya mengenal betul itu
kawan saya, sekilas saya melihat ada nama saya di chat tersebut. Saya pun
membaca, dan menangis.
“Kenapa?”, tanyanya.
“Enggak, gak papa,
kita pulang yuk,” Dia kaget melihat saya yang menangis dan tiba-tiba mengajak
pulang. Saya yang sudah dekat dengan kendaraan, dia menarik tangan saya.
“Kamu lihat chat
saya saya, iya? Kamu tahu, ini privacy, apa pernah saya lihat chat di handphone
kamu? Apa pernah? Kenapa? Kamu kaget lihat chat saya yang curhat ke teman
saya, kalau saya sayang kamu? Salah?”
Dia membentak
saya, dia menyuruh saya menatap matanya. Saya hanya diam. Saya tahu, alasan dia
membentak bukan kasar, melainkan menyuruh saya untuk buka mulut. Karena semua
masalah tidak akan terselesaikan dengan cara diam.
**
Sejak pertemuan
itu, saya menyesali. Kenapa saya bisa dibuatnya jatuh cinta lagi. Dulu, saya
pernah suka, hanya gara-gara dia yang suka chit chat tebar pesona lewat group
WhatsApp, kemudian dengan chat japri antara kita. Bukan hanya itu, banyak pelajaran yang saya ambil darinya. Dan,
sejak itu saya merasa nyaman. Kesalahan saya yang dulu, nyaman dengan orang yang tidak
peka. Tiba-tiba dia menghilang, perhatiannya tidak seperti biasanya. Alasan dia
yang sedang buka usaha. Diapun menyesali atas kejadian beberapa tahun lalu, hilang tanpa alasan yang pasti.
Sejak pertemuan itu, saya mulai meng-iya-kan untuk bersamanya
untuk kali kedua. Banyak belajar, belajar menghargai pasangan, saling
perhatian, komitmen, iya saya LDR. Banyak yang tidak nyata dengan apa yang saya
alami. Beberapa hari hidup di sini, wajib untuk mengenang beberapa cerita. Tidak ada yang menyuruh move on, jadi jangan move on :"
Otak kita diciptakan untuk mengingat, bukan untuk melupakan
Terima kasih
Jakarta, atas luka dan bahagia yang saya dapat
Tabik,
8 komentar
Jakarta dan Segala Kenangannya (baca: CLBK)
ReplyDeleteAsiiiiik...wes melanglang buana kemana mana rek cah ayu iki...ajak2 donk kaka
ReplyDeleteAkhirnya bikin nyesek yak
ReplyDeleteSaya seperti baca novel, melok baper jadinya :3
ReplyDeleteAyoooo ke Jakarta lagi mbak
ReplyDeleteTapi sekarang jakarta sudah sangat panas,,dan sumpek..
ReplyDeleteAhhhh jadi ingat saya akan banyak kenangan di kota tua ini....
ReplyDeleteMove on itu kadang bagus kadang juga nggak sih :D
ReplyDelete