[3] Untuk Tuan yang Manis
Tuan,
bagaimana kabarmu? Masih sakit? Oh ya, terima kasih untuk telponmu semalam.
Saya mendengar suaramu sedikit parau. Saya rindu Tuanku yang dulu. Saya masih
ingat, kali pertama Tuan menelponku, entah berapa kali itu. Saya suka, ketika
Tuan bilang sayang, rindu, dan semakin sayang dan rindu. Tuan, terima kasih
untuk perjalanan kita menuju enam bulan ini. Banyak sekali cobaan yang kita
lalui, sampai entah berapa kali kita hampir terpisahkan. Maaf, Tuan, mungkin
menurutmu surat ini sangat norak. Tapi, saya benar-benar bingung, harus berucap
pada Tuan seperti apa? Ketika saya ingin bilang serius, sambil air mata
berlinang, dan suara tersedu-sedu, Tuan selalu diam. Tuan, kau tidak kuat
dengan hubungan kita? Beberapa kali kau menginginkan kita pisah. Apakah cukup
sampai di sini, Tuan? Kau mau tidak, kita berjuang bersama?
Tuan,
setiap kali saya memulai hubungan, saya tidak ingin hubungan kita seperti kopi.
Kenapa? Saya tidak mau hubungan kita manis di awal, dan pahit seketika. Bisa
tidak, kita selalu manis. Saya harap, Tuan masih konsisten dengan arti
keseriusan dan kesetiaan. Tuan meamang sering sibuk, saya mohon dalam
kesibukanmu, Tuan menyisihkan waktu untuk mengingatku. Tuan, saya minta maaf
berkali-kali untuk surat yang norak (mungkin) untukmu ini. Tapi, dari sini,
semoga Tuan kembali seperti dulu, selalu berjalan dengan keseriusan. Mungkin
cukup sampai di sini, surat saya, semangat untuk kerjamu, Tuan. Semoga
kesibukan dari kita tidak menjadi berakhirnya suatu hubungan. Baik-baik kau di
Jakarta. :D
Hari Ke-3 dalam program #30HariMenulisSuratCinta
5 komentar
Jarang-jarang nemu surat puitis gini, hebat kak :)
ReplyDeleteSama blogger surabaya kak :)
ReplyDeleteTos
Deleteacieeee...ayaaa...jangan2 kamu....
ReplyDeleteEciyeh, ciyeh ciyehh. :D
Delete